Apa Pendapat Pakar Telekomunikasi Terkait Pulsa dan Kuota Internet Hangus

Jakarta – Pengamat telekomunikasi Riant Nugroho mengatakan pihak yang memperkarakan pulsa dan kuota internet bisa hangus dinilai tidak memahami perjanjian perdata tersebut yang dilakukan dengan mekanisme pasar.

Dia menilai mekanisme pasar, antara pembeli dan penjual sudah terdapat kesepakatan untuk membeli produk yang dijual. Kewajiban operator telekomunikasi, sudah melampirkan syarat dan ketentuan yang berlaku.

“Ini sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 yang memastikan penjualan pulsa dan semua layanan kuota internet yang ditawarkan dilengkapi dengan informasi yang transparan tentang harga, jumlah kuota, dan masa aktif layanan,” katanya pada Kamis (26/6/2025).

Jika para pihak sudah bersepakat membeli produk sesuai dengan persyaratan jual beli, maka sudah terjadi kesepakatan bisnis antar pihak.

Jika sudah terdapat kesepakatan bisnis, maka tidak bisa pihak lain mengatakan pidana karena operator sudah melampirkan syarat dan ketentuan yang berlaku untuk pembelian pulsa dan kuota berbatas waktu.

Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (PM Kominfo) nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

“Jadi yang menuding operator telekomunikasi merugikan keuangan negara dan merugikan konsumen berarti mereka tidak mengerti hukum dagang atau perjanjian perdata. Hukum dagang itu kesepakatan antara penjual dan pembeli,” ucapnya.

“Sama seperti jual beli rumah, ketika penjual sudah menyampaikan kondisi yang akan dijual kepada pembeli, maka ketika sudah terjadi kesepakatan, tidak bisa dibatalkan, kecuali ada kesepakatan lain. Dalam UU Perdata, kesepakatan para pihak adalah aturan yang sifatnya mengikat penjual dan pembeli.”

Jika pembeli sudah sepakat membeli dari penjual dengan syarat dan ketentuan yang tertuang dalam pembelian produk pulsa atau kuota, maka masyarakat dan badan perlindungan konsumen tidak boleh memperkarakan objek yang sudah disepakati dalam jual beli, apalagi menuduh operator telekomunikasi merugikan keuangan negara.

Riant Nugroho mengemukakan seketika ia menjadi ‘wasit regulasi telco’ di BRTI kala itu, tidak ada masyarakat yang mengeluhkan kuota hangus dinilai sebagai kerugian negara. Tudingan tersebut bermuatan politis.

“Kuota internet berbatas waktu ini lazim dilakukan di banyak negara di dunia. Yang mempermasalahkan kesepakatan yang sudah dibuat antara penjual dan pembeli, secara hukum, kesepakatan dagang dan kewajaran saya nilai tidak tepat,” tuturnya.

Jika pihak-pihak yang membandingkan kuota internet dengan token listrik atau gas LPG yang tidak terdapat masa waktunya, maka itu akibat pihak yang mempermasalahkan tidak memahami perjanjian jual belinya.

Dalam pembelian token listrik atau gas LPG, penjual menjual produknya dalam bentuk volume, baik dalam bentuk KWH maupun tabung.

Dalam pembelian tersebut tidak ada batas waktunya. Kesepakatan pembelian token listrik atau gas LPG ditentukan oleh penggunaan, bukan berdasarkan waktu.

“Seharusnya ketika masyarakat hanya membutuhkan internet sedikit, mereka bisa membeli kuota yang kecil. Penjual juga tidak memaksakan konsumen membeli kuota yang besar. Mereka juga menyediakan kuota kecil, sehingga masyarakat kita perlu diedukasi untuk membeli kuota sesuai dengan kebutuhannya,” ujarnya. (adm)

Sumber: detik.com

You May Have Missed